Permasalahan bangsa – bahkan
masalah pendidikan yang begitu kompleks – jelas tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh pemerintah. Justru sekitar 2,8 juta orang, yang disebut guru, yang
sebenarnya memegang kunci solusi dari permasalahan bangsa. Kenyataan di atas
menjadi PR penting bagi penyelenggara pendidikan di semua tempat, tidak
terkecuali di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), terkhusus di Kecamatan
Molu Maru. Disdikbud MTB sudah berproses dengan mengadakan Pelatihan Intensif
Guru SD se-MTB yang mereplikasi model pelatihan bagi para Pengajar Muda dan
terobosan penetapan ‘Sekolah Model’, yang lebih lanjut membawa perubahan
kondisi pendidikan di Molu Maru. Namun, pada kenyataan di lapangan,
kedisiplinan dan keteladanan para guru dalam proses belajar-mengajar juga masih
dipertanyakan. Hal ini mendasari sebuah pernyataan bahwa ‘Membenahi pendidikan
berarti membenahi para guru’. Karena itulah, pemerintah Kecamatan Molu Maru
mendukung bahkan berupaya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan
kompetensi guru.
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
– 2 Mei, merupakan sebuah momentum yang kembali menyentil kepedulian kita
terhadap pentingnya pendidikan. Kata ‘kita’ berarti bahwa pendidikan itu bukan
hanya tanggung jawab guru sebagai ujung tombaknya, tetapi juga butuh didukung
oleh semua pihak. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, kali ini pemerintah
Kecamatan Molu Maru bekerja sama dengan dua orang guru Indonesia Mengajar,
memilih untuk merayakan Hardiknas skala kecamatan agar lebih terfokus dan dapat
melibatkan semua pihak. Dengan mengangkat tema ‘Pendidikan Punya Kita’, prioritas kegiatan ditujukan untuk guru,
namun tidak melupakan pelibatan unsur lain seperti siswa, orang tua, serta
pemangku kepentingan lain di desa dan kecamatan. Sempat ada keraguan apakah
konsep yang telah matang dibuat akan dapat terlaksana, mengingat hingga H-3
Camatku belum muncul di desa. Tak tanggung, pegawai kecamatan pun entah pada di
mana, hanya tiga orang yang tersisa. Namun, dengan optimisme banyak pihak yang
akan terlibat membantu, kami memutuskan tetap menjalankan kegiatan. Pihak
kecamatan segera mengirimkan surat ke sekolah-sekolahMomar
Mengajar menjadi
menu pembuka kegiatan dan berlangsung serentak di 5 desa. Mulai dari Kepala
Desa, Pendeta, Tua Adat, Mantri, Ketua TPK PNPM, hingga Ketua Komite Sekolah
turun ke kelas dengan menggunakan seragam sesuai profesi masing-masing. Para
pemangku kepentingan akan berbagi cerita tentang profil diri, pengalaman masa
kecil, dan tanya-jawab dengan siswa terkait cita-cita. Khusus di desa Adodo
Molu, kegiatan ini berlangsung juga di SMP dan SMA. Antusiasme siswa terpancar
sangat jelas dan menularkan semangat bagi para ‘guru sehari’ tersebut untuk
lebih sering lagi meluangkan waktu berbagi pengalaman. Kalimat spontan dari
beberapa anak bernada, “Ibu, kalo sering-sering macam ini bolee...” membuktikan
bahwa kegiatan berdurasi satu setengah jam itu cukup membekas. Apalagi setelah
mengajar, para ‘guru sehari’ menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan para
guru, bertukar pikiran tentang anak-anak dan banyak hal lainnya. Acara pembukaan
juga dikonsep sederhana tapi penuh kesan. Diawali dengan lagu Indonesia Raya,
doa adat, parade singkat dari masing-masing kontingen, dan ditutup manis dengan
pertandingan futsal persahabatan antar instansi.
Lomba
Menulis Surat untuk Bupati mempertemukan
dua SMP yang ada di kecamatan, yakni SMPN 1 Molu Maru yang berada di Adodo dan
SMPN 2 Molu Maru yang berada di pulau seberang, tepatnya desa Nurkat. Di luar
dugaan, kemampuan memainkan kata dibalut humor polos dan kreativitas menghias
surat para siswa sangat luwes, seolah mereka sudah sering bersahabat pena
dengan pejabat nomor satu di MTB itu. Ajang ini juga menjadi pembuktian
bagaimana guru, terutama guru Bahasa Indonesia mana yang mempersiapkan
anak-anaknya dengan matang dan mana yang kurang perhatian. Meskipun ketiga
juaranya diborong oleh siswa SMP di Nurkat, namun lima karya terbaik yang sudah
sampai ke babak final akan tetap dikirimkan ke Bapak Bupati. Harapannya
terbangun sebuah interaksi berkelanjutan untuk pemetaan masalah dan harapan,
yang mungkin akan sangat lamban jika melalui jalur birokrasi. Berlanjut dengan Lomba Mewarnai untuk siswa kelas I dan
II yang tidak kalah serunya. Bocah-bocah polos dengan beragam alat pewarna dan
gaya mewarnai, sesekali melirik teman sebelah untuk mengecek apakah dia
ketinggalan atau tidak. Yang membuatku bangga adalah ternyata siswa tinggal
kelas I, Andarias Masbaith, berhasil mengalahkan para siswa kelas II. Meskipun
laki-laki, namun dia cukup berani bermain warna dan rapi. Dalam babak
penyisihan Lomba Cipta dan Baca Puisi, sepuluh
anak gabungan kelas III dan IV berkompetisi melantunkan puisi ciptaanku
berjudul “Dari Sudut Republik”, yang terinspirasi dari coretan Pengajar Muda
Wadankou, Dedi Kusuma Wijaya. Awalnya, siswa asal Nurkat yang terunggul, namun
saat babak Final, lima peserta diberikan waktu lima belas menit untuk membuat
puisinya sendiri dengan tema “Guruku”. Sekali lagi kebanggaan karena Sonia
Laulu, siswa kelas IV SDK Adodo Molu berhasil melantunkan puisinya yang
berjudul “Pelita Hati” dengan sangat indah dan akhirnya menyabet Juara I. SDK
Tutunametal dan SDK Nurkat berada di urutan kedua dan ketiga. Selama lomba lain
berlangsung di dalam gedung, siswa kelas V dan VI dari lima sekolah sedang
bercucuran keringat bertanding di babak penyisihan Liga Momar dan Smash It Up!, yakni
lomba sepak bola mini dan voli.
Keesokan harinya, pagi-pagi para
kepala sekolah sudah berkumpul di gedung serba guna. Hari itu 6 dari 8 kepala
sekolah akan unjuk gigi dalam Lomba
Menulis dan Presentasi dengan tema “BOS untuk Siapa?”. Kepala sekolah SDK
Nurkat dan SMAN Molu Maru terpaksa dinyatakan gugur karena tidak hadir.
Uniknya, mereka menulis bukan bermodalkan kertas dan pena, tapi harus dengan
laptop. Bahkan kepala sekolah SMPN 1 Molu Maru yang tidak fasih bermain laptop
mengakalinya dengan tutorial singkat kepada operator SMA. Dalam waktu sejam,
para pimpinan itu harus mengetik minimal satu halaman dengan format yang sudah
ditetapkan panitia. Setelah itu mereka akan cabut undian untuk giliran maju
presentasi. Ketiga dewan juri yang berasal dari pemerintah kecamatan juga
berhak bertanya atau berkomentar atas penampilan mereka. Hasilnya, kepala
sekolah SDK Adodo mendapat juara III, kepala sekolah SMPN 2 Molu Maru mendapat
juara II, dan kebanggaan bagi rekan PM-ku Eko karena kepala sekolah SDK
Wadankou lah yang menjadi jawaranya. Karena sasaran kegiatan Hardiknas kali ini
adalah para tenaga pendidik, tentu saja para guru juga mendapat jatah lomba.
Kalau tahun-tahun sebelumnya diadakan Cerdas Cermat atau Ranking 1, tahun ini
lebih geger karena guru-guru akan ‘baku melawan’ dalam Lomba Debat Logika. Karena ini perdana, meskipun aku sebagai
moderator sekaligus time keeper sudah
berulang kali menjelaskan teknis debat, tetap saja ada ulah beberapa guru yang
bikin juri dan penonton tertawa. Terutama pada saat menginterupsi tim lawan,
ada yang ngotot dan mengetok meja
sampai HP-nya sendiri terjatuh. Dalam babak penyisihan, mosi yang diperdebatkan
antara lain: (1) Insentif guru dari dana
BOS seharusnya disesuaikan dengan kinerja guru (2) Kemampuan siswa cukup
diukur dari nilai rapor (3) Kepala
sekolah adalah kunci utama reputasi sekolah
(4) Kehadiran Indonesia Mengajar membawa perubahan
bagi kualitas pendidikan di Molu Maru. Lucunya, sekolahku SDK Adodo Molu yang
sudah tiga tahun ditemani guru Indonesia Mengajar malah mendapatkan mosi ke-4
di posisi kontra. Empat tim yang lolos ke babak semi final memperdebatkan mosi
(5) Supervisi dari pengawas dan
inspektorat tidak memperbaiki kualitas sekolah (6) Perekrutan guru asli anak
Molu Maru adalah solusi atas ketidakdisiplinan
guru.
Keputusan dewan juri membawa tim
SDK Wulmasa dan SMPN 2 Molu Maru ke babak final, dengan memperdebatkan mosi
yang paling seru dan menantang emosi, yakni Tak Ada RPP, Rotan pun Jadi. Mosi ini memang sengaja kukeluarkan untuk
melihat kepekaan dan kekritisan para guru melihat pentingnya RPP dan penerapan
disiplin tanpa kekerasan. Benar saja, atmosfir ruangan menjadi riuh dengan
tepuk tangan dan teriakan mendengar sahut-sahutan argumen dari tim pro dan
kontra. Dari hasil perundingan yang cukup alot, dewan juri akhirnya memutuskan
SDK Wulmasa yang layak mendapatkan juara I, disusul SMPN 2 Molu Maru, dan bapak
Tera Luturmas dari tim SDK Tutunametal menjadi Pembicara Terbaik. Sama seperti
sehari sebelumnya, suasana di luar gedung juga tak kalah heboh menyaksikan
pertandingan final sepak bola mini dan voli. Apalagi yang beradu di lapangan
adalah tim sekolahku dengan tim sekolah rekan PM-ku. Namun, rekan PM-ku harus
berpuas di posisi kedua karena tim sekolahku berhasil mencetak 5-0! Di sudut
lain, para siswa SMA terlihat sangat asyik berkreasi dengan barang bekas.
Mereka adalah peserta Lomba Bekas
Berkelas, yang akan menyulap barang-barang yang sudah dibuang orang menjadi
sebuah karya unik. Dari 13 peserta, tiga orang yang terpilih adalah yang
membuat karya rumah dari kertas, bingkai foto yang mirip mainan hamster, dan
tas dari bungkus deterjen.
Puncak kegiatan 2 Mei
dimulai dari pagi hari dengan lari pagi keliling kampung, Senam Jantung Sehat di lapangan kecamatan, dan tak lupa acara
penutupan di Gedung Serbaguna. Mengawali kegiatan, ada Doa 3 Bahasa yang dibawakan oleh tiga siswa SDK Adodo Molu. Lamekh
Wuarlela membawakannya dalam Bahasa Inggris, Apres Lanith dalam Bahasa Fordata
Molo, dan Rani Wearulun dalam Bahasa Mandarin. Kejutan ini sontak mengundang
tepuk tangan penonton. Yang paling ditunggu adalah pengumuman pemenang Momar Teacher Awards. Voters-nya adalah para siswa di tiap
sekolah, yang hasilnya direkapitulasi dan diambil jumlah suara terbanyak.
Seluruh nominasi dari tiap sekolah dipanggil maju ke pentas, lagu diputar, dan
mereka ber-fashion show. Bapak Adam
Lanith dari SDk Adodo Molu dinobatkan sebagai Guru Terdisiplin, Ibu S. N. Bebena sebagai Guruku Sahabatku, Bapak Nikolaus Ongirwalu sebagai Guru Tergalak, Bapak Alfred Sainlia
sebagai Guru Terlucu, Bapak Yance
Sabono sebagai Guru Serba Bisa, dan
Ibu Jois Wuarlela sebagai Guru Gaul. Setelah
pengumuman pemenang dari berbagai lomba dan pengalungan selempang kepada enam
kategori Momar Teacher Awards, rangkaian kegiatan ditutup dengan acara makan
bersama. Masing-masing sekolah menyiapkan menu andalannya dan menatanya di
meja, lalu kami berjalan dari satu meja ke meja lain untuk mencicipi. Sambil
makan, kami disuguhi cuplikan foto-foto kegiatan yang sesekali mengundang tawa.
Kerja keras panitia terbayar dengan sukacita yang terpancar dari wajah semua
peserta. Selamat membawa pengalaman dan kesan masing-masing!
0 komentar:
Posting Komentar