Maret untuk Marthella: 3, 3, dan 3

Leave a Comment

Sudah 24. Carinya bukan lagi hubungan bak kembang api melainkan lilin. Carinya bukan lagi seseorang yang penuh kejutan seperti soda, tapi yang selalu dibutuhkan layaknya air putih.
24 tahun yang lalu, seorang bayi prematur 7 bulan lahir di RS Boromeus, Bandung. Badannya yang hanya sepanjang botol masih ringkih dan 3 hari pertama ia terpisah dari sang Bunda karena tidur dalam inkubator. dr. Aschwin yang menangani kelahiran itu sempat mengatakan hal yang membuat sang Ayah terpuruk, "Pak, bayi prematur 7 bulan hanya punya dua kemungkinan: kalau pintar dia akan pintar sekali, sebaliknya bisa amat lamban bahkan masuk sekolah khusus. Bayi Bapak juga sangat sensitif, banyak pantangan yang harus Bapak ketahui." Sang Ayah 3 suku kata memenuhi namanya, Marthella Rivera Roidatua, ditandai pula dengan nama keluarga Sirait di belakangnya. Dikarenakan Ayah dan Bunda menikah terlalu tua, bayi mungil ini harus menerima takdirnya sebagai anak tunggal. Keluarga kecil yang hanya terdiri dari 3 orang. Bayi perempuan ini memiliki kulit yang putih, pipi yang tembam, dan selalu tampak sibuk sendiri. Tak pelak setiap orang yang bertemu dengannya selalu gemas terkadang geram ingin mencubit pipinya yang merah merona. Ia tumbuh menjadi seorang gadis cilik yang kata orang cantik namun kurang feminim dan cerdas. Ternyata Tuhan mendengar doa dari orang tuanya dan menjatuhkan vonis yang pertama padanya. Di usia 5 tahun bahkan ia sudah duduk di kelas 1 SD, daya tangkapnya cepat, berani cenderung cerewet. Kelas IV SD ketika sekolahnya didatangi oleh sutradara film Petualangan Sherina, dari sekian banyak anak SD, ia terpilih tanpa susah payah ikut casting. Prestasinya selama di SMP dan SMA juga amat baik, saat kuliah di HI Unpad pun ia berhasil menjadi lulusan pertama di angkatan 2008 dengan peringkat cum-laude. 

Nasibnya sebagai anak tunggal membuatnya lebih betah bersosialisasi dan jatuh cinta pada dunia anak tanpa sadar. Ia sempat merelakan setahun umurnya bermukim di desa ujung utara Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk mengajar anak-anak sekaligus belajar arti kehidupan. Sekarang ia sudah kembali ke Jakarta dan mengabdikan dirinya di Komisi Nasional Perlindungan Anak. Ia merasakan jamahan tangan Tuhan begitu nyata dalam tiap sendi kehidupannya, tiap waktu tanpa luput. Ia berbangga bukan karena hebatnya, namun karena Tuhan yang selalu memberkatinya.

--------------------------------------------------------------------

Jikalau dulu aku selalu berharap adanya kejutan di tiap hari ulang tahunku, entah itu kado atau bahkan diceploki telur dan segala adonan berbau, kali ini aku menghadapi ulang tahunku dengan sedikit cemas.  Entahlah, tapi ada sedikit ketakutan memasuki usia yang beranjak matang ini. Kilas balikku di tahun sebelumnya, aku terlanjur punya target untuk studi di luar negeri, menikah di usia 25 tahun, dan sudah cukup dikenal orang sebelum usia 30 tahun. Mampukah aku memenuhinya?

Tengah malam aku menerima beberapa ucapan selamat dari keluarga dan teman. Aku berterima kasih pada Tuhan kalau masih ada orang-orang yang mencintaiku dan rela menunggu hingga larut hanya untuk mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun' dan mengirimkan doanya untukku. Jam 3 dini hari, aku mengambil waktu untuk bercengkrama dengan Sang Pemberi Hidup, kuungkapkan rasa syukurku atas penyertaan-Nya sepanjang usia 23 tahunku. Setelah itu aku membuat 3 tekad menjalani usia 24:
  1. Menjadi pribadi yang lebih dewasa secara rohani. Tak lagi suam-suam kuku, bisa mengelola emosi dan penghargaan diri, serta makin sering berbagi hati dengan yang membutuhkan.
  2. Berdamai dengan masa lalu. Menaklukkan diri sendiri untuk berani bertatapan dengan orang-orang di masa lalu, ketakutan-ketakutan di masa lalu. dan menerima diriku secara utuh.
  3. Menghargai waktu dan kesehatan. Tak menunda pekerjaan, tidak malas-malasan mandi sepulang kantor, lebih sering makan sayur dan buah, serta tidur di bawah jam 12 (ini yang tersulit sepanjang masa!)
Tak lupa pula kupanjatkan 3 harapanku kepada Sang Pemberkati:
  1. Diberikan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa S2 ke luar negeri. Inggris atau Belanda terserah kehendak Tuhan.
  2. Diberikan teman hidup yang dewasa (bukan bergantung usia) secara sikap dan rohani, mapan (tak harus kaya tapi pekerja keras;bertanggung jawab), dan punya mental baja.
  3. Diberikan berkat dalam pekerjaanku yang sekarang, terutama untuk Komnas Anak sendiri supaya semakin baik luar-dalam. 
Usai memanjatkan doa, aku pun terlelap. Kurang lebih hanya 3 jam karena aku terbangun oleh suara telepon di pagi hari. Alhasil, aku sampai di kantor lebih awal dan baru 3 orang yang hadir. Seorang temanku langsung menyambut tanganku dan mengucapkan selamat sambil cengar-cengir menunjuk bunga yang ada di meja kerjaku. "Mbak, ada yang kirim bunga tuh. Mawar merah dan Lily, wangi banget jadinya ruanganmu." Satu pot bunga berisikan 30 tangkai bunga mawar merah dengan dua lily putih di tengah serta dipasangi pita putih dan kartu ucapan, cukup manis mengawali hariku. Siang harinya aku izin ke Mega Kuningan untuk mengambil Visa China. Tak sabar rasanya mengakhiri bulan Maret di negeri orang. Sejak hari pertama bekerja 2.5 tahun lalu aku memang sudah bertekad untuk menghidupi dan bersenang-senang dari hasil keringatku sendiri, no more Ayah-Ibu foundation. Sampai disana, kulihat antrian berjubel, awalnya sudah pasrah tak mungkin kembali ke kantor. Ternyata Tuhan Yesus tak mau mengecewakan gadis yang berulang tahun hari ini, sekitar 10 menit namaku dipanggil! Tiba di kantor aku mengecek HP-ku yang bergetar selama di kereta, ternyata notifikasi nyaris penuh dengan ucapan dari teman-teman via media sosial. 

Pulang kantor, seorang teman mengajakku untuk makan malam di kafe. Tapi rencana berubah menjadi tur kota dengan Ninja Merah dan makan di emperan Taman Menteng. Trauma pengalaman sewaktu SMA saat senior yang memboncengku dengan Ninja Hijaunya tiba-tiba standing dan membuatku bisu sejenak saking takutnya. Semenjak saat itu hingga detik kemarin, aku tak pernah mau naik motor besar. Namun aku ingat tekad yang semalam kuucapkan 'berdamai dengan masa lalu'. Ini saatnya aku menaklukkan ketakutanku, akhirnya dengan hati tetap deg-degan kucoba nikmati perjalanan selama 30 menit itu. Sehabis makan, sempat juga bertandang ke Taman Menteng dan Taman Kodok. Sembari bicara, ada dua odong-odong yang membawa anak-anak berkeliling lewat di sekitar kami. Pemandangan yang menyenangkan! Tak sengaja saat menyusuri parkiran, ada komunitas Star Trek yang sedang latihan dan kami curi-curi menontonnya sejenak. Pulangnya, saat menyusuri Kramat Jati, mataku yang tak tahan melihat sayur dan buah memaksa bibirku berkata 'Berhenti sebentar.' Kado ter-aneh sekaligus ter-edukatif sepanjang sejarah ulang tahunku! Namun lagi-lagi, itu memenuhi tekadku untuk mulai hidup sehat. Sesampainya di kosan, hanya ada segurat senyum di bibirku. Bukan senang yang berlebihan seperti dulu, tapi sebuah kepuasan yang pas pada porsinya.

Thanks God, I'm 24. Still young physically (no offense) but maturer in mind and act. Indeed, I'll always be your little daughter who'll be nothing without you, so keep leads me however yours.

Sincerely,

-MRRS-



Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar