“Bagi saya, segurat senyum seorang pemateri bukan berasal dari banyaknya pujian. Tetapi ketika ada satu atau dua dari sekian banyak peserta yang tersadar dan mulai punya niat untuk berubah menjadi lebih baik.”
Semalam tidur saya tidak tenang karena terus kepikiran apa yang
kira-kira terjadi saat saya memaparkan materi ‘Positive Discipline’. Meskipun
sudah mempersiapkannya sematang mungkin, mulai dari ice breaking, power point, lembar tugas, hingga metode dalam workshop, saya tetap merasa cemas
kalau-kalau ada guru yang merasa didikte oleh seorang guru muda seperti saya.
Namun, apa mau dikata, sekarang semuanya sudah di depan mata, hadapi saja. Saya
membuka hari dengan mengajak para guru untuk membentuk lingkaran di lapangan,
berjoget saat musik dimainkan, dan segera mencari pasangan ketika musik
berhenti. Setelah berpasangan, secara bergantian mereka menyampaikan tentang
salah satu guru SD yang paling berkesan dan alasannya. Saya memberikan
kesempatan kepada salah satu guru perempuan untuk menyampaikan kesan positif
dari guru SD-nya, dilanjutkan dengan salah satu guru laki-laki yang
menyampaikan kesan negatif yang terus melekat dari guru SD-nya. Kami kembali ke
ruang materi dan saya menjelaskan maksud dari permainan tersebut: ‘Siswa cenderung mengingat apa yang
dilakukan gurunya, dibanding apa yang diajarkannya’. Saya berharap ini bisa
jadi pintu masuk bawah sadar mereka bahwa sikap mereka selama ini akan
meninggalkan kesan di hati siswa hingga mereka dewasa.
Saya membagikan kertas bertuliskan ‘Dunia Berkualitas’ dan gambar
lingkaran besar. Saya meminta peserta untuk menggambarkan hal-hal yang paling
berharga dalam hidup mereka di dalam lingkaran dan jangan lupa menuliskan nama
di dalamnya. Awalnya guru-guru pada protes karena tidak bisa menggambar, namun
saya menjelaskan bahwa ini bukan soal gambarnya bagus atau tidak, yang penting
maknanya. Melihat mereka berusaha keras untuk menggambar dan sesekali tertawa
sendiri melihat hasil karyanya, hati saya sedikit lega karena mereka kelihatan
menikmati materi ini. Sambil mempresentasikan materi, sesekali saya bercerita
pengalaman mengajar di kelas I dan berbagai guyonan untuk mencairkan suasana.
Saya juga menyisipkan permainan berapasangan, yang satu mengepalkan tangan
sekuat tenaga dan yang satunya berusaha keras untuk membuka kepalan tangan
temannya. Melakui permainan sederhana ini saya ingin peserta mengerti dari mana
asalnya kemauan untuk disiplin itu. Setelah penyampaian materi, ada break sebentar lalu dilanjutkan dengan workshop. Saya membagi peserta ke dalam
tiga kelompok: kelompok yang memainkan skenario kelas I-II, III-IV, dan V-VI.
Satu guru diminta untuk berperan menjadi guru dan sisanya berperan sebagai
siswa yang bersikap sebagaimana kelasnya. Rena, Eko, dan Adit menjadi fasilitator
di masing-masing kelas, dan saya mobile melihat
bagaimana praktik manajemen kelas berjalan.
Lutut kaki saya melemas saat mendapat kabar bahwa ada satu orang guru
di kelas Adit yang protes, “Saya kira
materi ini bisa disampaikan dengan cara seperti di universitas, bukan macam
begini!” lalu keluar kelas begitu saja. Ingin saya menemuinya empat mata
untuk menjelaskan baik-baik maksud dan tujuan saya merancang kegiatan seperti
ini, tapi sayangnya beliau sudah pergi entah kemana. Masalah ini menjadi besar
karena pihak UPTD merasa malu kepada kami Indonesia Mengajar dan mengancam guru
tersebut akan mendapat ganjaran berat jika tidak segera minta maaf. Saya sadar
betul bahwa tidak semua orang bisa sependapat dan mau menerima apa yang kita
bagikan, tapi saya tidak menyangka urusannya akan jadi panjang begini. Usai jam
makan siang, ternyata yang bersangkutan berani menampakkan gigi dan langsung
menemui bapak Kepala UPTD. Dia minta maaf karena sikapnya yang tidak sopan saat
menyampaikan ketidakpuasan terhadap cara penyampaian materi. Saya berpikir, apa
ini kaitannya dengan gaya bahasa Adit yang masih seperti aktivis kampus, jadi
beliau merasa seperti disudutkan dengan cara mengajarnya selama ini? Sempat
saya menegur Adit karena mendahului saya dalam memberikan penjelasan ke
peserta, padahal perjanjiannya para fasilitator hanya mengawasi jalannya
skenario. Tapi, sudahlah, saat guru muda dari Kilon tersebut punya niatan baik
untuk minta maaf pada kami, saya pikir masalah ini jangan dibuat berlarut.
Anggap saja, kalau tidak ada kejadian ini, tidak ada ‘cerita’ yang saya bawa
pulang.
Sebelum berlanjut ke materi ‘Metode Belajar Kreatif’ yang akan
dibawakan oleh Rena, Eko membagikan lembar evaluasi atas materi yang saya
berikan. Jantung saya mulai berdegup kencang karena penasaran sejauh mana
peserta menerima dan memahami apa yang saya sampaikan, terutama dari praktik
manajemen kelas tadi. Apakah saya
berhasil memantik kesadaran mereka? Setelah selesai menulis, saya dan Eko
mengumpulkan lembaran evaluasi dan tanpa basa-basi saya langsung membacanya
satu-persatu. Dari sekitar lima puluhan peserta, mayoritas hanya sampai tahap
mengerti akan materi, sebagian kecil lagi masih bertahan dengan cara memukul,
namun ada sepuluh orang yang mulai tersadar dan mau mencoba untuk berubah.
Jelas ini bukan karena kehebatan saya dalam berbicara atau kemujaraban skenario
manajemen kelas yang kami laksanakan, tapi karena sepuluh guru ini mau membuka
diri. Saya percaya bahwa dorongan bahkan paksaan, hanya menyumbang sepersekian
persen dalam membuat seseorang berubah. Bagian terbesarnya tentulah kemauan
yang asalnya dari dalam diri orang itu sendiri. Karena itu saya bersyukur ada
sedikit dari yang sekian banyak yang tersadar, dan saya mendokumentasikan
testimoni mereka di bawah ini:
1.
Setelah mengikuti kegiatan KKG, lewat materi ini saya menjadi sadar
bahwa selama ini saya kurang memahami dunia anak dan bersikap egois. Materi
‘Positive Discipline’ sangat penting karena dengan adanya materi ini, dapat
membuat saya mau merubah diri menjadi guru yang sabar dan juga mau memahami
karakter anak.Kesulitan dalam menerapkan ‘Positive Discipline’, tidak mudah
menjadi guru yang selalu mengerti dan memahami kemauan anak. – Kristina Batyefwal, guru SD Naskat
Awear Rumngevur.
2.
Materi ‘Positive Discipline’ dapat dipraktikkan dalam pembelajaran
karena dengan disiplin yang positif siswa dapat belajar dengan baik dan benar,
kemudian juga dengan disiplin siswa dapat mengembangkan kepribadian mereka ke
arah yang lebih baik. Dengan materi ini, dapat membuka wawasan berpikir para
guru, bahwa bukan saja siswa yang harus disiplin namun guru yang lebih dulu
disiplin, sehingga siswa dapat berkaca diri dari guru untuk melakukan disiplin
tersebut. Memang agak sulit menerapkan materi ini dalam pembelajaran karena kami
para guru tidak bisa memaksakan anak didik untuk mengikuti apa yang guru mau,
namun guru sendiri harus berusaha untuk memahami apa yang anak didik mau
sehingga ketika guru memberikan materi pembelajaran siswa dapat menerima dengan
baik. – Abigael Masela, guru SD
Kristen Watmasa.
3.
Dengan cara siswa dan guru belajar untuk disiplin dalam berbagai hal
yang disepakati bersama sehingga para siswa maupun guru diajak untuk mempunyai
keinginan dalam diri untuk mau berubah serta berpikir secara positif akan
kedisiplinan yang dilaksanakan di sekolah dan menjadi tanggung jawab bersama
baik kepala sekolah dan bawahannya, maupun guru dan siswa itu sendiri. Materi
‘Positive Discipline’ sangat penting bagi saya karena dengan materi yang
diberikan saya mendapat sesuatu hal yang baru yang nanti dapat diterapkan dalam
pribadi saya sebagai guru maupun siswa sendiri. Tentu sulit tetapi sebagai guru
harus belajar untuk sabar dalam menghadapi kondisi siswa dan merupakan tanggung
jawab yang harus dijalankan. – Ny. L.
Somar, guru SD Naskat Don Bosco.
4.
Karena materi yang disampaikan sangat jelas dan menyenangkan, bisa
bermain bisa ketawa, dan lain sebagainya. Menurut saya paling banyak pengalaman
maupun cara-cara yang perlu ditiru dan dilaksanakan dalam proses
belajar-mengajar dari guru Indonesia Mengajar. Semua materi yang disajikan oleh
Indonesia Mengajar menurut saya sungguh luar biasa karena pada prinsipnya yang
kami alami di lapangan paling berbeda jauh dengan apa yang disampaikan oleh
bapak/ ibu dari Indonesia Mengajar. Ini merupakan pengalaman saya dan bekal
saya di tahun-tahun ke depan. – R.
Batlolona, guru SD Kristen Lingada.
5.
Karena kita para guru sendiri perlu mengenal sejauh mana kemampuan
siswa di dalam kelas, secara khusus setiap siswa pasti berbeda satu dengan yang
lain. Oleh karena itu, kita sebagai guru perlu mengenali kemampuan setiap siswa
sehingga penyajian materi hendak dapat diserap oleh siswa berdasarkan
tingkatannya. Materi ini penting sekali sejauh membantu kami guru kelas agar
bagaimana mau membina siswa-siswi yang beraneka ragamnya, perbedaan
karakteristik, bahkan sampai pada tingkat KBM agar apa yang diberikan oleh guru
mudah dimengerti dan dapat dipahami. Kesulitan dalam menerapkan ‘Positive
Discipline’ disebabkan karena kebanyakan siswa-siswi yang beranggpan bahwa apa
yang kita tanamkan di sekolah hanya sebatas di sekolah saja, sehingga setibanya
di rumah lupa akan semuanya. Orang tua juga tidak memperhatikan anak di rumah.
– Agustinus Laian, guru SD Naskat
St. Don Bosco Awear Rumngevur.
6.
Positif disiplin perlu dilakukan di sekolah agar dalam proses belajar
mengajar guru dan murid sama-sama berhasil artinya guru berhasil memberikan
materi dan murid juga berhasil menerima materi yang diberikan oleh guru.
Menurut saya, materi ini sudahsangat
jauh lebih penting bila kita gunakan dalam proses belajar mengajar
karena dapat merubah pola pikir, tingkah laku kita, baik guru maupun murid.
Menurut saya, menerapkan materi ini tidak begitu sulit hanya dari pribadi kita
masing-masing. – Ny. C. Hidungoran,
SD Kristen Lingada.
7.
Akan diusahakan dalam menerapkan materi positif disiplin. Materi ini
sangat penting karena jadi bahan yang juga dapat menambah pengalaman bagi kami
ke depan yang memang selama ini kami laksanakan tetapi lebih melihat kepada
kebutuhan kami. Tidak sulit dalam menerapkannya, yang terpenting buat seorang
guru adalah masuk ke dunia anak-anak, agar lebih memahami apa mau dari
anak-anak. – Ny. L. Somar, guru SD
Naskat St.Don Bosco.
8.
Materi kedisiplinan bisa merubah siswa terutama guru dalam menerapkan
materi. Materi ini sangat penting karena dengan disiplin yang diterapkan
membuat anak-anak perlahan-lahan berubah. Karena dengan disiplin kita bisa
melakukan sesuatu dengan baik, karena kunci kedisiplinan adalah belajar.
Kesulitan yang dialami saya dalam menerapkan materi ialah keributan siswa/ alat
tulis-menulis, malas sekolah. Semua karena tidak adanya disiplin. – Ny. F. Pattiradjawane, guru SD Kristen
Teineman.
9.
Materi ini dapat memberi sisi positif bagi guru dalam hal ini
menerapkan kedisiplinan dalam proses belajar-mengajar. Positif disiplin sangat
penting sebab dapat membuka cakrawala berpikir untuk mengubah cara mengajar/
berperilaku ke anak dengan benar & tepat sesuai dunia anak (guru belajar
mengenal dunia anak). Ada kesulitan dalam menerapkannya, tapi dicoba dulu. – R. Tuatfaru, guru SD Kristen Watmasa.
10.
Penyampaian bahkan penjelasan sangat dipahami dan dimengerti sehingga
kami dapat melakukan/ mempraktekkan pada sekolah kami. Bukan seberapa materi
yang disampaikan tapi sudah sangat meluas tentang positif disiplin.
Kesulitannya tidak ada karena kami sangat mengerti dan paham sejauh mana materi
yang disampaikan. – Izak Tuwul, guru
SD Kristen Abat.
Testimoni ini adalah oleh-oleh termanis dari Wunlah yang saya bawa pulang. Saya mengucapkan terima kasih kepada para guru yang sudah menerima kehadiran dan peran saya selama di sana. Teruntuk guru-guru yang masih betah dengan cara lama, saya percaya mungkin bukan sekarang tapi pasti ada masa di mana kesadaran dan kemauan untuk berubah itu muncul. Semoga!
0 komentar:
Posting Komentar