Maundy Thursday, Good Friday, and
Easter. Such a tradition to celebrate it here.
Saya jadi teringat kalau di
Indonesia, saat saya beribadah Jumat Agung, seringkali ada pentas drama atau
pemutaran film tentang penyaliban Tuhan Yesus. Di sini agak berbeda, karena tak
semua orang ke gereja. Terlebih karena hari lusa adalah hari Minggu, mungkin
pikir mereka sekalian saja. Saya pun awalnya agak ragu ke gereja karena sedang migrain.
‘Masa iya kalah sama sakit kepala?’, akhirnya saya bergegas. Sesampainya di Elim
Church, ada sesuatu yang berbeda. Bukan karena gerejanya lebih sepi tapi karena
di samping saya terdapat segerombolan anak muda, mungkin usia SMA.
Empat pria dan satu wanita. Yang
paling mencuri perhatian adalah salah satu pria yang bertato. Selang lima belas
menit kemudian, salah satu pria berjalan ke arah pintu masuk gereja dan kembali
dengan membawa dua orang wanita dan satu teman pria. Lagi-lagi saya distraksi
dengan salah satu perempuan yang memakai tindikan di hidung dan telinganya.
Sedari awal sepertinya gerombolan ini sudah mendapatkan perhatian dari banyak
pasang mata. Bagaimana tidak, saat orang bernyanyi, mereka malah berbicara satu
sama lain dan terkadang saling memukul. Saya penasaran ingin melihat wajah
mereka satu-persatu. Saya curi-curi pandang dan malah mendapati ada Pastor
Annie Skett tepat di samping mereka. Annie memang Pastor yang biasa melayani
anak remaja hingga muda. Spontan saya berpikir, pastilah Annie yang mengajak
anak-anak muda ini ke gereja dan sepertinya ini kali pertama mereka beribadah
Jumat Agung.
Saat kami menyanyikan lagu dengan
potongan lirik ‘unfailing love’, saya tak sengaja beradu tatap dengan satu
perempuan diantara gerombolan anak muda itu. Saya tersenyum dan ia membalasnya.
Entah mengapa hati saya berbicara seolah hal sepersekian detik tadi adalah
cerminan kasih. Saya tidak sedang memuji diri kalau saya adalah orang yang
penuh dengan kasih, tapi ada kegerakan dimana secercah senyum mungkin bisa
membawa mereka kembali ke gereja. Saya tidak kenal mereka, jadi mungkin itulah
hal yang bisa saya lakukan sebagai sesama manusia yang tepat hari ini
berbahagia mengingat keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan Yesus. Entahlah,
saya seringkali mengalami refleksi justru dari hal-hal yang tidak disengaja.
Begitu pun hari ini, makna penyaliban Tuhan Yesus justru saya dapati dari
keberadaan segerombolan anak muda bertato dan bertindik.
Saat khotbah, Pastor Annie Skett
maju dan membagikan firman dari Lukas 23. Saya lihat beberapa diantara
gerombolan anak muda itu mengamati Annie. Seorang Pastor yang begitu hangat
menerima mereka, tanpa penghakiman atas penampilan mereka, tanpa keluhan atas
keributan mereka selama ibadah. Satu hal yang saya garisbawahi dari khotbahnya
adalah ‘It is unfair when Jesus, the innocent ones, got crossed!’. Sebagai
orang-orang berpemikiran, kita pun mungkin sependapat. Tidak adil jika seorang
yang tidak bersalah justru disalibkan. Seharusnya Barnabas yang jelas-jelas
bersalah yang layak disalib. Tapi sadarkah kita, tanpa kasih Tuhan Yesus, kita
pun tak layak untuk hidup, karena kita sudah tercemar oleh dosa. Saat Yesus
menyelamatkan manusia, dia pun tak pilih-pilih, hanya menyelamatkan orang-orang
yang dekat dengannya, atau punya kesamaan pandangan dengannya. Kalau Yesus
pakai standar ke-Tuhan-annya, apakah saya ataupun Anda cukup layak untuk
diselamatkan?
Hari ini saya belajar bahwa
seringkali sebagai manusia kita membangun standar kelayakan. Lucunya, standar
tersebut bukan berlaku buat diri sendiri, tapi justru ditaruh ke diri orang
lain. Menilai apakah penampilan seseorang layak atau tidak, memilh pertemanan
dengan orang-orang yang sevisi, menghakimi orang berdasarkan norma sosial dan
Alkitab. Sudah selayak itukah kita, jika bahkan Tuhan Yesus pun tak sehakim itu
dalam menentukan orang yang diselamatkannya. Coba bayangkan, bagaimana
orang-orang yang menurut ‘kepintaran’ kita tergolong salah, bisa mengenal Tuhan
jika kita pun menjaga jarak? Atau mungkin berusaha mendekati tapi justru hanya
mendikte mereka sesuai dengan standar nilai yang kita anggap ‘paling benar’.
Jikapun orang lain salah, kita pun tak sebenar itu. Bagi kasih itu karena kita pun sudah dikasihi oleh-Nya. Penerimaan adalah bentuk kasih paling sederhana. Sebagaimana Tuhan Yesus pun menerima kita utuh. Setelah itu jadilah teladan, bukan hakim bagi sesama :)
Birmingham, 25 Maret 2016.
Happy Good Friday,
-The Sinner-
0 komentar:
Posting Komentar